BANDUNG – Ketua Tim Pakar dan Penanganan Penyakit Kuku dan Mulut (PMK) Prof. Wiku Adisasmito mengatakan bahwa pertahanan pertama penularan PMK adalah biosecurity apabila vaksin dan pengobatan belum ada. Hal tersebut disampaikan secara daring saat Rapat Koordinasi Satgas PMK, di Gedung Sate, Bandung, Jumat (29/7).
“Pertama adalah APD, apabila APD tidak tersedia atau tidak mencukupi bisa menggunakan biosecurity dengan disinfeksi yang rutin,” kata Prof. Wiku.
Diharapkan setiap petugas yang keluar atau masuk kandang maupun peternakan disemprot terlebih dahulu. Kemudian pastikan juga alas kaki yang digunakan bersih dengan cara didisinfeksi terlebih dahulu. Sehingga dengan demikian hewan selalu terjaga.
“Yang penting adalah orang keluar-masuk kandang atau peternakan harus bebas virus PMK. Prinsipnya begitu,” lanjut Prof. Wiku. Meskipun seperti diketahui kandang adalah lingkungan yang relatif kotor, namun perlu dipastikan bahwa virusnya tidak boleh terbawa masuk ataupun terbawa keluar jika memang terdapat virus. Sebab inilah prinsip utamanya.
Istilah biosecurity memang istilah baru yang muncul ke publik karena PMK. Tapi perlu diketahui bahwa sebenarnya saat pandemi Covid-19 pun dilakukan biosecurity testing untuk pelaku perjalanan dalam negeri dan luar negeri.
“Sekarang untuk PMK ini memakai istilah biosecurity karena ingin memastikan bahwa virusnya tidak dibawa masuk atau dibawa keluar. Untuk itu masyarakat harus memahaminya,” jelas Prof. Wiku.
Prof. Wiku juga menambahkan mengenai pasar hewan, yang mana selama kasus PMK belum bisa dikendalikan dengan baik maka untuk sementara pasar hewan ditutup.
Kedepannya, apabila pasar hewan sudah terbiasa melakukan biosecurity dan satgas daerah memahami kondisi, maka memilih ternak sehat saja yang boleh dilalulintaskan. Tentunya memakai Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH).
“Ini masih berproses, pastikan bahwa hewan-hewan yang dilalulintaskan itu tidak ada gejalanya dan dilakukan biosecurity, dengan disemprot sehingga aman.
Prof Wiku mengungkapkan jika biosecurity antar daerah dijaga dengan baik maka secara kolektif proteksinya semakin tinggi. Dengan demikian kasusnya pasti terkendali.
“Nanti targetnya adalah kasusnya 0 (nol),” jelas Prof. Wiku.
Vaksinasi di Jawa Barat
Mengenai vaksinasi, Prof. Wiku juga menambahkan bahwa fokus dari Kementerian Pertanian dan pengadaan vaksin pertama adalah untuk sapi dan kerbau. Namun khusus untuk Jawa Barat Prof. Wiku mengatakan sebenarnya populasi domba termasuk tinggi di indonesia, yakni sekitar 70%. Populasi domba nasional terdapat di Jawa Barat.
“Swasta juga banyak, sehingga diharapkan bantuan Kementerian Pertanian agar mempercepat impor vaksin yang sudah direkomendasikan,” kata Prof. Wiku.
“Agar swasta bisa mengadakan vaksin, bahkan mereka juga bersedia membantu peternakan-peternakan rakyat untuk melakukan vaksinasi atas pengadaan mereka,” lanjutnya.
Dengan demikian sinergi bisa dilakukan dengan baik dan populasi domba di Jawa Barat tidak terancam pengurangannya karena terjangkit virus PMK.