Dr. Ahmad Suaedy, Sekretaris Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama
SIDOARJO – Jika satu abad yang lalu tantangan Nahdlatul Ulama adalah melawan penjajah, saat ini organisasi Islam terbesar di dunia tersebut harus melawan musuh yang jauh lebih besar namun tak kasat mata. Musuh tersebut adalah belum meratanya kualitas pendidikan di Indonesia.
Hal ini diungkapkan oleh Dr. Ahmad Suaedy, Sekretaris Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama sekaligus Ketua Religion of Twenty (R20), dalam Webinar Komunitas SEVIMA di peringatan Satu Abad NU pada Senin (06/02) sore. Melawan ketertinggalan pendidikan menurut Ahmad Suaedy perlu menjadi prioritas menyambut abad kedua NU.
“Jumlah perguruan tinggi kita cukup banyak, sampai pelosok pun ada. Sayangnya kualitas masih ada kesenjangan. Kondisi di Jawa dan Papua masih jauh sekali, dan masih banyak kampus yang saat ini berfokus mengejar ranking, bukan memperbaiki kualitas pendidikan tinggi,” ungkap Ahmad menyampaikan keprihatinannya.
Oleh karena itu sebagai rangkaian dari Peringatan Satu Abad NU, Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU) sebagai bagian dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama akan menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional. Rakernas ini akan menjadi cara Nahdlatul Ulama merumuskan filosofi pendidikan tinggi di usianya yang akan memasuki abad kedua.
“Rakernas LPTNU ini, adalah salah satu kegiatan formal NU dalam kategori pendidikan, dengan tujuan untuk merumuskan filosofi kami dalam menyambut abad kedua. Kita perlu tentukan arah ke depan,” lanjut Ahmad yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Islam Nusantara di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia.
Seputar Rakernas LPTNU dan Harapannya
Rakernas LPTNU dan Konferensi PTNU 2023 akan diadakan di Medan Sumatera Utara, pada 8-10 Maret 2023. Tema yang diangkat pada acara ini nantinya “Merawat Jagad, Membangun Peradaban dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.”
Filosofi yang akan dibangun NU untuk pendidikan tinggi, ungkap Ahmad Suaedy, akan berfokus pada tiga hal: platform pendukung, landasan kebijakan, dan pemanfaatan teknologi informasi.
Diskusi terkait platform dan landasan kebijakan akan memastikan bagaimana Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama tetap relevan dengan masyarakat, sekaligus terus memperjuangkan filosofi, etika, dan keadilan.
Sedangkan pemanfaatan teknologi informasi, berupaya untuk memberi bekal para santri dalam menghadapi revolusi industri yang sangat cepat. Dengan cara merintis pembelajaran dan pengelolaan perguruan tinggi berbasis digital, hingga rencana NU membuat perguruan tinggi yang berbasis online.
“Bagaimana agar PTNU tidak ketinggalan dari yang lain tanpa mengatakan harus mengejar, makanya kami harus punya platform, landasan kebijakan, serta memanfaatkan teknologi. Salah satu cirinya santri nanti punya ilmu agama yang baik tapi tidak kalah dari sisi teknologi. Supaya makin memperkuat mobilitas sosial, santri ketika lulus bisa masuk ke perusahaan, pemerintahan, bahkan berkibar di dunia internasional karena mampu menguasai teknologi!,” katanya.
Kepada masyarakat, Ahmad Suaedy berharap dukungan berupa pikiran dan masukan. Karena formula perubahan NU di abad 21 ini tidak bisa dicari oleh NU sendiri.
“Kami butuh dukungan pikiran dari civitas akademika di kampus lain bahkan yang bukan NU. Karena tantangan pendidikan dan tantangan dunia saat ini makin kompleks. Kita kumpulkan bersama pikiran dan strategi untuk menghadapi abad kedua NU!,” pungkas Ahmad Suaedy. (hp)