NEWSPEDIA.ID – Gerakan reformasi politik yang bermula pada tahun 1998 telah menciptakan berbagai kesempatan bagi beragam komunitas dan masyarakat di seluruh Indonesia, termasuk kesempatan untuk berbagi pengetahuan secara demokratis. Sistem demokrasi saat ini telah melahirkan banyak peluang bagi para pegiat sosial untuk memajukan aksi sosial dan capaian politik di tengah masyarakat.
Untuk mengapresiasi seluruh capaian di atas, Monash University, Indonesia menggelar sebuah diskusi panel bertajuk “Reformasi: Stories from Women on the Front Line of the 1998 Protest” pada Minggu (28/5) di daerah Tebet, Jakarta Selatan, yang berfokus mengangkat suara para perempuan dalam rangkaian peristiwa bersejarah di Indonesia tersebut.
Bekerja sama dengan Monash Herb Feith Indonesian Engagement Centre dan para peneliti Monash University, Indonesia, diskusi ini mengungkap kisah-kisah inspiratif dari para perempuan yang terlibat dalam masa transisi di era reformasi, serta bagaimana momen-momen tersebut membentuk peran perempuan di masyarakat hingga hari ini. Contohnya, meningkatnya partisipasi perempuan dalam tatanan anggota legislatif DPR-RI sebanyak 12% antara tahun 1999 (8,8%) dan tahun 2019 *20,8%).
Salah satu pembicara, Grace Wangge, Profesor Muda Ilmu Kesehatan Masyarakat sekaligus VP of Engagement Monash University, Indonesia, mengatakan, “Banyak hal baru yang saya pelajari dari diskusi ini, bahkan setelah 25 tahun peristiwa Reformasi 1998 berlalu. Bukan hanya mengenai sejarah peristiwa tersebut, tapi juga cerita dari sudut pandang perempuan di momen itu. Kami di Monash University, Indonesia berharap dapat menggelar lebih banyak acara diskusi seperti ini di masa mendatang.”
Penyelenggaraan diskusi ini sejalan dengan tema inti ‘komunitas yang berkembang’, atau “thriving communities”; salah satu pilar ketiga dari tujuan strategis Impact 2030 dari Monash University. Dalam diskusi panel ini, para narasumber juga mengulas tantangan yang dihadapi para mahasiswi dalam peristiwa Reformasi 1998, yaitu minimnya akses informasi publik terhadap isu terkait.
“Diskusi hari ini mengajak kita berpikir tentang bagaimana kita dapat memanfaatkan platform digital untuk membangun solidaritas dan kolaborasi antar masyarakat dengan nilai-nilai demokrasi dan kesetaraan. Kita semua dapat mengambil peran, baik di garis depan maupun belakang, untuk bersama-sama memajukan demokrasi di tengah masyarakat,” sambung Dhyta Caturani, Aktivis Kesetaraan Gender dan Pendiri Kolektif Purple Code.
Indri Saptaningrum, Direktur Institute of Public Policy dan Institute for Advanced Research Universitas Katolik Atma Jaya menambahkan, “Saat ini, kita memiliki lingkungan yang lebih baik untuk bersuara. Kita patut mengapresiasi ruang-ruang terbuka tersebut untuk menyuarakan ide-ide dan aspirasi yang kita miliki, baik secara luring maupun daring. Meski demikian, kita tidak cukup hanya bergerak untuk perubahan dalam satu ruang, namun juga perlu menghubungkan suara-suara perubahan dalam platform digital dengan aksi nyata di lapangan, demi terciptanya reformasi yang nyata.”
Panel diskusi ini dihadiri oleh mahasiswa pascasarjana Monash University, Indonesia, para profesional di bidang sosio-politik, dan juga audiens publik berusia 20 hingga 30 tahun. Monash University, Indonesia berharap kolaborasi yang melibatkan akademisi ternama dari Monash University, Indonesia, akademisi dari universitas-universitas di Indonesia, serta aktivis hak perempuan dapat memperkaya diskusi dan menyajikan beragam perspektif tentang gerakan ‘Reformasi’.
Penyelenggara dan moderator dari diskusi panel, Sabina Puspita, Direktur Muda Herb Feith Centre, menambahkan, “Ini pertama kali Herb Feith Centre mengadakan kegiatan di Indonesia dan untuk tema yang begitu penting. Tanggapan peserta kegiatan luar biasa, kami berharap kegiatan-kegiatan kami seperti hari ini dapat mendorong lebih banyak pembahasan dan riset yang berkontribusi bagi kemajuan Indonesia.”
Saat ini, Monash University, Indonesia terus melanjutkan upaya pemerintah dan masyarakat Indonesia dalam memperluas akses transformasi digital untuk semua kalangan melalui keterlibatan publik serta pendidikan tinggi seperti program Magister Keamanan Siber dan Magister Ilmu Data. Selain itu, program Magister Kesehatan Masyarakat serta Magister Kebijakan dan Manajemen Publik Monash juga siap membimbing para profesional Indonesia dalam membekali masyarakat dengan kebijakan-kebijakan yang relevan di sektor publik dan swasta, demi menangani potensi dan dampak dari transformasi digital yang cepat.(hp)